Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, melakukan kajian terkait Penilaian Kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Bukti. ”Kegiatan ini dilaksanakan untuk menghasilkan penelitian kebijakan, dan bukti yang mengadvokasi masalah pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan hasil tersebut dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk mengatasi permasalahan di desa terkait konflik wewenang, disharmoni, dan kontradiksi pembangunan,” demikian ungkap Trisnawati, S.Sos., M.AP., selaku ketua pelaksana kegiatan yang mewakili LPPM, Senin (20/2).
Kegiatan dikemas dalam Focus Group Discussion (FGD) Penilaian Kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Bukti yang dilakukan di 11 propinsi di Indonesia. FGD diselenggarakan pada 12 – 14 Desember 2022, dan dilakukan guna mengetahui kondisi dampak pembentukan peraturan perundang-undangan (regulatory impact) pembangunan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Permendesa PDTT No. 21/2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa. Kedua peraturan ini diduga masih memiliki kekuatan/keberlakuan empiris. Meskipun secara normatif, peraturan kebijakan ini tidak berlaku karena adanya Peraturan Pemerintah No. 43/2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan hasil dari analisis hasil FGD yang menggunakan pendekatan Evidence-Based Policymaking (EBP), dan Regulatory Impact Assessment (RIA), diketahui bahwa pada kebijakan pembangunan desa masih terdapat perbedaan arah kebijakan. Yaitu, belum ada desa yang menerapkan SDGs Desa yang termuat dalam Permendesa No. 21/2020. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal seperti aplikasi SDGs Desa yang tidak bisa digunakan, adanya datakrasi antara SDGs Desa dengan pasrtisipasi warga, dan kewenangan desa, serta adanya Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Miskin Biaya di Masa Pandemi Covid-19. Hasil dari analisis tersebut, LPPM UB memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong ketepatan pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk desa.
Pertama, kebijakan perubahan hukum pembangunan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa memerlukan sistem pembentukan hukum yang legitim. Dimana selama ini dalam menyusun aturan hukum hanya berdasarkan pertimbangan normatif. Sehingga mengakibatkan aturan hukum menimbulkan multi tafsir di lapangan. Fenomena ini juga ditemukan ketika kementerian/lembaga sektoral lain membentuk aturan hukum yang memberikan penugasan kepada Desa.
Kedua, memberikan forum dialog dan choacing clinic. Dengan kegiatan ini diharapkan dokumen perencanaan pembangunan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa, terhubung dengan program-program sektoral yang masuk ke Desa. [bunga/lia]